KUALITAS pendidikan tidak selalu berjalan linier dengan fasilitas yang memadai. Sekolah alam buktinya. Pendidikan bermutu juga bisa didapat dari alam.
Alam adalah sumber pengetahuan yang luas dan berlimpah. Beberapa penemu terkenal di dunia mampu menghasilkan karya-karya fenomenal lantaran memanfaatkan alam. Lihat saja Isaac Newton yang berhasil menemukan ide tentang teori gravitasi hanya karena duduk di bawah pohon apel yang buahnya terjatuh di dekatnya.
Berkaca dari hal tersebut, kini banyak sekolah mempunyai konsep kembali dan pemanfaatan alam sebagai bagian dari metode pembelajaran. Salah satu sekolah yang mengadopsi konsep belajar seperti ini adalah Sekolah Alam Jakarta (SAJ) yang ada di Jalan Anda 7 X Ciganjur, Jakarta Selatan.
Begitu memasuki sekolah ini, jangan heran karena Anda tidak akan menemukan bangunan permanen layaknya gedung sekolah pada umumnya. Sebagai gantinya, berbagai ruangan yang ada seperti ruang guru dan kepala sekolah hanya menempati rumah kayu yang dibangun berlantai dua. Tidak ada bangku atau meja di ruangan-ruangan tersebut.
Ruang kelasnya juga tak kalah natural, alih-alih belajar di ruang berdinding dan berkaca, para murid malah semakin menyatu dengan alam dalam saung kelas. Sama dengan ruangan lain, di kelas juga tidak ada bangku dan meja. Semua serbalesehan, untuk keperluan menulis setiap anak memiliki meja lipat sendiri.
Perpustakaan juga sama, di sini berbagai buku disusun dengan rapi di rak atau lemari kaca. Para siswa yang ingin membaca buku di perpustakaan harus melepas alas kaki dan duduk dengan manis di sehelai tikar rotan.
Sekolah yang memiliki jargon learning is fun for us ini bukan hanya mencoba mengajak murid lebih dekat dengan alam. Lebih dari itu, sekolah yang turut menyukseskan program wajib belajar sembilan tahun ini berusaha memanfaatkan alam sebagai media murah untuk mentransfer ilmu kepada para murid secara optimal.
“Alam memberi banyak inspirasi dan mengajak berpikir realistis. Kami percaya semakin dekat anak dengan alam, ia akan tumbuh menjadi seorang yang bijaksana. Di sekolah ini kami menggunakan alam sebagai fasilitas belajar,” kata Kepala Sekolah Alam Jakarta Novi Hardian beberapa waktu lalu.
Menurutnya, selama ini orang sering salah kaprah dalam memaknai kualitas pendidikan. Banyak orang menganggap kualitas pendidikan berjalan linier dengan fasilitas yang memadai. Padahal, hal tersebut tidak selamanya benar.
“Ada tiga hal yang menentukan kualitas sekolah, yakni sumber belajar, guru, dan metodologi yang berkualitas,” tutur Novi.
SAJ berusaha menghadirkan ketiga aspek tersebut demi menjaga mutu sekolah serta menjamin lulusan sekolah yang potensial. Sebagian besar buku-buku yang digunakan sebagai panduan belajar merupakan buku dari luar negeri.
Adapun guru sebagai tenaga pengajar di SAJ, dipilih lewat seleksi yang ketat dan harus berani mengedepankan kreativitas dalam memberikan pelajaran. Karena konsepnya sekolah alam, rata-rata guru berlatar belakang pendidikan pertanian. Namun, tidak sedikit lulusan dari universitas ternama seperti UI atau Unpad.
Yang menjadi pembeda antara sekolah alam dan sekolah konvensional lainnya adalah metodologi pembelajaran. Metode ini berprinsip, guru bukanlah pusat belajar justru murid yang memegang peran itu. Jadi, lewat pendekatan experiental learning, guru hanya sebagai media yang bertugas memfasilitasi.
Hal ini dibenarkan Ani Rahmawati, guru kelas satu SAJ. Menurutnya, metode experiental learning, mengasah murid didikannya lebih peka kepada persoalan dan mampu berpikir kritis.
Berbekal metode itu, Ani justru mengaku kerap kesulitan melayani pertanyaan muridnya yang terkadang membuatnya berdecak kagum.
“Lewat metode ini, anak tidak dijejalkan berbagai rumus, tetapi anak dibawa agar mereka sendirilah yang akan menemukan rumus itu,” beber Ani.(sindo//tty/hus)
Alam adalah sumber pengetahuan yang luas dan berlimpah. Beberapa penemu terkenal di dunia mampu menghasilkan karya-karya fenomenal lantaran memanfaatkan alam. Lihat saja Isaac Newton yang berhasil menemukan ide tentang teori gravitasi hanya karena duduk di bawah pohon apel yang buahnya terjatuh di dekatnya.
Berkaca dari hal tersebut, kini banyak sekolah mempunyai konsep kembali dan pemanfaatan alam sebagai bagian dari metode pembelajaran. Salah satu sekolah yang mengadopsi konsep belajar seperti ini adalah Sekolah Alam Jakarta (SAJ) yang ada di Jalan Anda 7 X Ciganjur, Jakarta Selatan.
Begitu memasuki sekolah ini, jangan heran karena Anda tidak akan menemukan bangunan permanen layaknya gedung sekolah pada umumnya. Sebagai gantinya, berbagai ruangan yang ada seperti ruang guru dan kepala sekolah hanya menempati rumah kayu yang dibangun berlantai dua. Tidak ada bangku atau meja di ruangan-ruangan tersebut.
Ruang kelasnya juga tak kalah natural, alih-alih belajar di ruang berdinding dan berkaca, para murid malah semakin menyatu dengan alam dalam saung kelas. Sama dengan ruangan lain, di kelas juga tidak ada bangku dan meja. Semua serbalesehan, untuk keperluan menulis setiap anak memiliki meja lipat sendiri.
Perpustakaan juga sama, di sini berbagai buku disusun dengan rapi di rak atau lemari kaca. Para siswa yang ingin membaca buku di perpustakaan harus melepas alas kaki dan duduk dengan manis di sehelai tikar rotan.
Sekolah yang memiliki jargon learning is fun for us ini bukan hanya mencoba mengajak murid lebih dekat dengan alam. Lebih dari itu, sekolah yang turut menyukseskan program wajib belajar sembilan tahun ini berusaha memanfaatkan alam sebagai media murah untuk mentransfer ilmu kepada para murid secara optimal.
“Alam memberi banyak inspirasi dan mengajak berpikir realistis. Kami percaya semakin dekat anak dengan alam, ia akan tumbuh menjadi seorang yang bijaksana. Di sekolah ini kami menggunakan alam sebagai fasilitas belajar,” kata Kepala Sekolah Alam Jakarta Novi Hardian beberapa waktu lalu.
Menurutnya, selama ini orang sering salah kaprah dalam memaknai kualitas pendidikan. Banyak orang menganggap kualitas pendidikan berjalan linier dengan fasilitas yang memadai. Padahal, hal tersebut tidak selamanya benar.
“Ada tiga hal yang menentukan kualitas sekolah, yakni sumber belajar, guru, dan metodologi yang berkualitas,” tutur Novi.
SAJ berusaha menghadirkan ketiga aspek tersebut demi menjaga mutu sekolah serta menjamin lulusan sekolah yang potensial. Sebagian besar buku-buku yang digunakan sebagai panduan belajar merupakan buku dari luar negeri.
Adapun guru sebagai tenaga pengajar di SAJ, dipilih lewat seleksi yang ketat dan harus berani mengedepankan kreativitas dalam memberikan pelajaran. Karena konsepnya sekolah alam, rata-rata guru berlatar belakang pendidikan pertanian. Namun, tidak sedikit lulusan dari universitas ternama seperti UI atau Unpad.
Yang menjadi pembeda antara sekolah alam dan sekolah konvensional lainnya adalah metodologi pembelajaran. Metode ini berprinsip, guru bukanlah pusat belajar justru murid yang memegang peran itu. Jadi, lewat pendekatan experiental learning, guru hanya sebagai media yang bertugas memfasilitasi.
Hal ini dibenarkan Ani Rahmawati, guru kelas satu SAJ. Menurutnya, metode experiental learning, mengasah murid didikannya lebih peka kepada persoalan dan mampu berpikir kritis.
Berbekal metode itu, Ani justru mengaku kerap kesulitan melayani pertanyaan muridnya yang terkadang membuatnya berdecak kagum.
“Lewat metode ini, anak tidak dijejalkan berbagai rumus, tetapi anak dibawa agar mereka sendirilah yang akan menemukan rumus itu,” beber Ani.(sindo//tty/hus)
Comments
Post a Comment