KETELADANAN dalam diri seseorang akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Keteladanan yang diberikan tokoh masyarakat, akan memberi warna yang cukup besar kepada masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Bahkan, keteladanan itu akan mampu merubah prilaku masyarakat di lingkunganya.
Dengan keteladanan yang ia tunjukkan, seorang tokoh dengan mudah mempengaruhi banyak orang untuk mewujudkan suatu tujuan, tentu saja untuk tujuan yang baik.
Demikian pula halnya keteladanan bagi seorang guru, tidak saja harus ditunjukkan ketika berada di sekolah atau di lingkungan sekolah.
Sosok guru dan profesinya melekat di mana saja mereka berada, sehingga kata ‘’guru’’ selalu dipergunakan sebagai identitas, baik ketika guru tersebut melakukan aktivitas yang berkaitan dengan dunia pendidikan, maupun kegiatan yang jauh dari ranah pendidikan.
Bukti bahwa identitas sebagai guru sudah melekat dengan diri seseorang yang berprofesi sebagai guru, dapat dilihat bahwa masyarakat jarang sekali menyapa dengan sebutan nama kepada seorang guru, melainkan dengan sapaan ‘’Pak Guru atau Buk Guru’’. Dari panggilan itu saja, terlihat dengan jelas bahwa sosok guru memiliki kharisma tersendiri di mata orang lain dan profesi ini sangat dihargai.
Tapi, untuk hal-hal negatif yang berkaitan langsung dengan sosok seorang guru, identitas sebagai guru pun tetap dibawa-bawa. Sehingga tidak jarang kita baca di media, oknum pria yang melakukan perbuatan tidak terpuji seperti pencabulan, pemerkosaan dan tindakan tidak terpuji lainnya, judul yang diangkat media selalu membawa-bawa identitas guru itu. Misalnya, seorang pria oknum guru memperkosa, lalu judul yang muncul di media ‘’Oknum Guru Memperkosa...’’.
Padahal, perbuatan perkosaan yang ia lakukan itu tidak punya kaitan sama sekali dengan profesinya, dan bahkan tindakan perkosaan itu ia lakukan bukan dalam kapasitasnya sebagai guru.
Tetepi, begitulah profesi ini melekat pada diri seorang guru. Sehingga, apapun yang mereka lakukan, tetap saja dianggap setali tiga uang dengan profesi keguruannya.
Untuk itu, kepada para guru harus menyadari bahwa mereka adalah sosok yang diteladani dan karena keteladanannya itu, gerak-gerik seorang guru akan senanitasa diperhatikan oleh masyarakat.
Mengingat keteladanan guru sangat diharapkan bagi anak didik, seorang guru harus benar-benar mampu menempatkan diri pada porsi yang benar. Porsi yang benar yang dimaksudkan, bukan berarti bahwa guru harus membatasi komunikasinya dengan siswa atau bahkan dengan sesama guru, tetapi yang penting bagaimana seorang guru tetap secara intensif berkomunikasi dengan seluruh warga sekolah, khususnya anak didik, namun tetap berada pada alur dan batas-batas yang jelas.
Seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk menjadi teman bagi siswanya dan tempat siswanya berkeluh-kesah terhadap persoalan belajar yang dihadapi. Namun, dalam porsi ini, ada satu hal yang mesti diperhatikan, bahwa dalam kondisi apapun, siswanya harus tetap menganggap gurunya sosok yang wajib ia teladani, meski dalam praktiknya diperlakukan siswa layaknya sebagai teman.
Berkomunikasi secara intensif dengan seluruh siswa sangat penting artinya dalam upaya menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sebab, setiap siswa memiliki latar belakang berbeda dan potensi diri yang tentu berbeda pula. Potensi itu bisa saja tersimpan rapi, jika guru tidak berupaya menggalinya.
Dengan demikian, seorang guru harus mampu mendapatkan informasi itu dari siswanya agar bisa diarahkan untuk hal-hal yang positif yang menunjang karir dan prestasi siswa.
Untuk menjadi teladan bagi siswa, bukanlah perkara mudah. Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan, baik di sekolah, di lingkungan sekolah, lebih lagi di lingkungan masyarakat.
Meski tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi. Semoga.***
Dengan keteladanan yang ia tunjukkan, seorang tokoh dengan mudah mempengaruhi banyak orang untuk mewujudkan suatu tujuan, tentu saja untuk tujuan yang baik.
Demikian pula halnya keteladanan bagi seorang guru, tidak saja harus ditunjukkan ketika berada di sekolah atau di lingkungan sekolah.
Sosok guru dan profesinya melekat di mana saja mereka berada, sehingga kata ‘’guru’’ selalu dipergunakan sebagai identitas, baik ketika guru tersebut melakukan aktivitas yang berkaitan dengan dunia pendidikan, maupun kegiatan yang jauh dari ranah pendidikan.
Bukti bahwa identitas sebagai guru sudah melekat dengan diri seseorang yang berprofesi sebagai guru, dapat dilihat bahwa masyarakat jarang sekali menyapa dengan sebutan nama kepada seorang guru, melainkan dengan sapaan ‘’Pak Guru atau Buk Guru’’. Dari panggilan itu saja, terlihat dengan jelas bahwa sosok guru memiliki kharisma tersendiri di mata orang lain dan profesi ini sangat dihargai.
Tapi, untuk hal-hal negatif yang berkaitan langsung dengan sosok seorang guru, identitas sebagai guru pun tetap dibawa-bawa. Sehingga tidak jarang kita baca di media, oknum pria yang melakukan perbuatan tidak terpuji seperti pencabulan, pemerkosaan dan tindakan tidak terpuji lainnya, judul yang diangkat media selalu membawa-bawa identitas guru itu. Misalnya, seorang pria oknum guru memperkosa, lalu judul yang muncul di media ‘’Oknum Guru Memperkosa...’’.
Padahal, perbuatan perkosaan yang ia lakukan itu tidak punya kaitan sama sekali dengan profesinya, dan bahkan tindakan perkosaan itu ia lakukan bukan dalam kapasitasnya sebagai guru.
Tetepi, begitulah profesi ini melekat pada diri seorang guru. Sehingga, apapun yang mereka lakukan, tetap saja dianggap setali tiga uang dengan profesi keguruannya.
Untuk itu, kepada para guru harus menyadari bahwa mereka adalah sosok yang diteladani dan karena keteladanannya itu, gerak-gerik seorang guru akan senanitasa diperhatikan oleh masyarakat.
Mengingat keteladanan guru sangat diharapkan bagi anak didik, seorang guru harus benar-benar mampu menempatkan diri pada porsi yang benar. Porsi yang benar yang dimaksudkan, bukan berarti bahwa guru harus membatasi komunikasinya dengan siswa atau bahkan dengan sesama guru, tetapi yang penting bagaimana seorang guru tetap secara intensif berkomunikasi dengan seluruh warga sekolah, khususnya anak didik, namun tetap berada pada alur dan batas-batas yang jelas.
Seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk menjadi teman bagi siswanya dan tempat siswanya berkeluh-kesah terhadap persoalan belajar yang dihadapi. Namun, dalam porsi ini, ada satu hal yang mesti diperhatikan, bahwa dalam kondisi apapun, siswanya harus tetap menganggap gurunya sosok yang wajib ia teladani, meski dalam praktiknya diperlakukan siswa layaknya sebagai teman.
Berkomunikasi secara intensif dengan seluruh siswa sangat penting artinya dalam upaya menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sebab, setiap siswa memiliki latar belakang berbeda dan potensi diri yang tentu berbeda pula. Potensi itu bisa saja tersimpan rapi, jika guru tidak berupaya menggalinya.
Dengan demikian, seorang guru harus mampu mendapatkan informasi itu dari siswanya agar bisa diarahkan untuk hal-hal yang positif yang menunjang karir dan prestasi siswa.
Untuk menjadi teladan bagi siswa, bukanlah perkara mudah. Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan, baik di sekolah, di lingkungan sekolah, lebih lagi di lingkungan masyarakat.
Meski tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi. Semoga.***
monggo ya mas ngopi artikelnya
ReplyDeletemakasi yoo mas
Salam Guru....Yessss!!!!!!
ReplyDeleteLanjutkan perbaiki pendidikan bangsa.
Silahkan mampir di gurubangkit.wordpress.com