Skip to main content

Ayat-Ayat Cinta, Film yang Menginspirasi

Film Ayat-ayat Cinta menjadi pembicaraan hangat bagi masyarakat, khususnya remaja. Apa yang menarik dari film ini? bagaimana reaksi penonton sebelum dan sesudah menontonnya?

Film yang bercerita tentang seorang pemuda Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Universitas Al Azhar, Mesir dan disukai sekaligus empat cewek ini menjadi inspirasi bagi penontonnya. Karena, film yang diangkat dari novel bestseller karya Habiburrahman El Shirazy ini dianggap membangun jiwa. Oleh sebab itu, sejak diputar di bioskop-bioskop di tanah air, penontonnya membludak. Penontonnya bukan hanya kalangan remaja atau mahasiswa, tapi juga orang yang sudah menikah. Dan, tidak sedikit pula, yang nonton bareng sekeluarga menyaksikan film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini.


Menurut TC Muslih, Manejar Riau 21 Mal Ciputra Pekanbaru, animo masyarakat untuk menonton Ayat-ayat Cinta ini cukup tinggi. Sehingga, bioskop Riau 21 lebih dulu memutar film tersebut (26 Februari Ayat-ayat Cinta sudah diputar di Riau 21), dari tanggal yang dijadwalkan semula, yakni 28 Februari yang ditayangakan serentak di seluruh bioskop-bioskop di Indonesia.

''Film Ayat-ayat Cinta sudah diputar sejak 26 Februari, karena kita sudah mendapatkan copi filmnya," kata Muslih kepada Xpresi pada Kamis malam (6/3) di ruang kerjanya. Pada tanggal 26-27 Februari, ujar Muslih lagi, masih satu studio, tapi tanggal 28 langsung membuka dua studio. Melihat jumlah penonton yang membludak, akhirnya bioskop 21 membuka tiga studio sekaligus, dari tanggal 29 Februari hingga 5 Maret.

Untuk studio 1, lebih jauh Muslih mengatakan, berkapasitas 310 orang. Sedangkan studio 2 dan 3, masing-masing bermuatan 169 orang. Sekali film tersebut diputar ditonton 648 orang. Dan, dalam satu hari film ini diputar lima kali. Jadi, tiap harinya ada 3.240 orang yang menonton film di bioskop Riau 21.
Untuk harga tiketnya, pada hari biasa hanya Rp15.000, sedangkan hari Sabtu dan hari libur Rp25.000/karcisnya.

''Sejak diputarnya Ayat-ayat Cinta, tidak ada bangku yang kosong. Semua penuh terisi,'' ujar. ''Film ini berhenti diputar jika masyarakat tidak ada yang menonton lagi," katanya.

Dari pantauan Xpresi di Holiday 88 pada Rabu (5/3) siang lalu para penonton yang hari itu didominasi oleh kaum muda, cukup antusias meskipun bukan hari libur tak kurang dari 200 orang memasuki bioskop pada pemutaran pertama hari itu. Muharni (19), salah seorang mahasiswi UIR, penggemar novel tersebut menceritakan filmnya cukup bagus dan menarik. Katanya, walaupun ada beberapa yang diubah namun tidak meninggalkan inti cerita seperti di dalam novelnya.

'Filmnya bagus dan menarik, walaupun ceritanya banyak yang diubah tapi nggak ninggalin inti cerita yang di novel aslinya, dan nggak bikin boring, pokoknya menarik lah!'' ceritanya sambil tersenyum ketika ditemui Xpresi usai nonton. Menurut Muharni lagi, dis etiap potong adegan sarat akan pesan religius dan cukup menguras air mata sehingga membuat para penonton antusias.

Renty Sasmita (19) mengaku ketika menonton film yang banyak mengambil lokasi syuting di India ini sempat mengeluarkan air mata. ''Filmnya mengharukan dan menyentuh sekali. karena, mengajarkan kita untuk ikhlas, sabar, dan kawin,'' ungkap mahasiswi semester 2 Hubungan Internasional Unri ini. Ia berharap, selalu ada film-film seperti ini karena saat ini banyak remaja terdoktrin dengan film-film horor. Walaupun filmnya religius, namun tidak ketinggalan zaman.
Beda lagi dengan Dimas Putra Fauzi.

Pelajar kelas X SMA Cendana ini mengaku tertarik untuk menonton Ayat-ayat Cinta ini karena penasaran dengan filmnya ini. Apalagi mendengar iklannya di media dan cerita teman-temannya. Ketika ditemui Xpresi pada Kamis (6/3) malam itu Dimas nonton bareng keluarga.

Dimas jadi penasaran setelah mendengar cerita dari kawan-kawannya bahwa kekuatan Islam jelas terlihat dari film tersebut. Untuk dapat menyaksikan film religius ini, cowok hitam manis ini harus rela kebagian tiket untuk putaran film yang kelima (pemutaran terakhir, red) karena keburu habis.

Selain Dimas Ami, siswa kelas X SMK Muhammadiyah juga pergi bersama keluarganya. Ia mengaku tertarik nonton film ini juga melihat iklannya di televisi.
''Orangnya pake jilbab, kayaknya filmnya sedih banget,'' ujar cewek manis ini ketika ditemui sesaat sebelum nonton. Sementara itu, kakaknya Putri Sri Wahyuni, pelajar kelas XII SMA Alhuda mengaku terterik menontonnya karena mendengar informasi dari kawan-kawannya. ''Moral dan pakaiannya menarik banget,'' tuturnya.
Beda lagi dengan Maya Fitriani, pelajar kelas 2 IPS 1 SMA 2 Pekanbaru ini juga tahunya dari tv, majalah dan cerita teman.

Diah Ayu Kartika yang jauh-jauh datang dari Perawang, tidak dapat menonton karena terlambat. Padahal, pelajar kelas XII SMAN 1 Perawang ini mengaku jauh-jauh datang dari Perawang hanya untuk menonton Ayat-ayat Cinta.

''Aduh, gimana ni. Tiketnya habis, yang ada cuma putar yang terakhir,'' gerutunya kesal.Hal yang sama juga dirasakan oleh Novri Aldi, pelajar kelas XII IPA 6 SMAN 9 Pekanbaru yang mendengar cerita kawan-kawannya. Hingga membuatnya menjadi penasaran untuk menyaksikannya.

Beda dengan komentar Windi, pelajar kelas XI IPA 3 ini mengaku biasa-biasa saja ketika dimintai komentarnya usai menonton film yang dibintangi oleh Fedi Nuril. Uniknya, walaupun tidak mengeluarkan air mata ketika menonton film ini, tapi ia sudah tiga kali nonton bersama teman-temannya.

Apakah ia begitu menghipnotisnya film ini, seperti orang-orang terhipnotis ketika membaca novelnya?''Gimana lagi? Yang ngajak kawannya beda. Atau teman satu gank, nggak mungkin kan ditolak ajakan teman,'' tuturnya.(Dodi Putra, Hendrawan dan Novri Handoko)

Ada Bagian Novel yang Tidak Ada di Filmnya

Belum lengkap rasanya, kalau hanya menonton filmnya saja. Tapi, juga harus baca novelnya, karena cerita film Ayat-ayat Cinta ini agak berbeda bila dibandingkan dengan novelnya. Banyak bagian terpenting di novel ini yang sebenarnya mengharukan justru dihilangkan atau diubah menjadi sangat berbeda. Nilai dakwah pun berkurang.

Setidaknya, ada 7 bagian penting yang tidak terdapat dalam film tersebut. Pertama, bagian di mana sang tokoh Fahri harus berjuang mondar-mandir, pergi ke sana ke mari di saat udara yang sangat panas, penuh dengan kesibukan, tapi ia tetap pergi ke tempat penggajiannya (talaqi). Dan, akibat kelelahan akhirnya ia jatuh sakit. Fahri harus dirawat di rumah sakit.

Setelah diperbolehkan pulang, ia membayar pengobatan selama berada di rumah sakit, tapi tanpa pengetahuannya, pengobatannya sudah dibayar oleh seseorang yang tidak mau diketahui Fahri (di akhir cerita dalam novel tersebut, si Fahri tahu bahwa yang membayar pengobatannya di rumah sakit adalah Maria).


Kedua, persahabatan si Fahri dengan kawan-kawannya kurang greget dalam filmnya. Padahal, di novelnya, persahabat itu membuat kita terharu, karena walaupun berbeda daerah dan suku, tetapi mereka senasib sepenggungan.

Ketiga, saat Fahri kaget dan agak marah saat yang menemaninya adalah Maria seorang diri. Keempat, bagian dimana sang tokoh Fahri diam-diam menyiapkan kado ulang tahun untuk Madame Nahed dan Yousef. Kemudian Madame dan Yousef begitu terharu menerima kejutan darinya.

Kelima, keluarga Maria mengajak Fahri dan sahabatnya pergi ke restaurant Cleopatra. Dan, sahabat-sahabat Fahri malu akan pakaian yang dikenakannya. Selain itu, Madame Nahed menyuruh Maria mengajak Fahri berdansa dengannya namun ia menolaknya.

Keenam, saat Fahri berada di kereta, dan ada seorang penjual mainan yang menawarkan dagangannya, serta mendoakan Fahri agar mendapatkan istri seperti bidadari. Dan mainan itu kemudian diberikan kepada Aisyah untuk keponakannya.

Ketujuh, Fahri merasa kerdil memiliki seorang istri kaya-raya, saat ia merasa tidak bisa memenuhi kenginan Aisyah untuk tinggal di flat mewah. Juga saat Fahri ditawarkan memilih salah satu kartu kredit milik Aisyah yang berisi jutaan dollar.

Kedelapan, di novel ada bagian saat Fahri mengetahui bahwa istrinya hampir diperkosa."Kurang ajar! Akan kucari dan kubunuh keparat itu!" teriakku dengan mengepalkan tangan kuat-kuat. Bagiku kehormatan istriku adalah segala-galanya, jauh di atas kehormatanku sendiri. Kesucian istriku sama dengan kesucian kitab suci, tidak boleh ada seorang pun yang menodainya apalagi menginjak-injaknya.

Kesucian istriku adalah nyawaku. Ketika ada orang yang berusaha menjamah kesuciannya maka nyawaku akan kupertaruhkan untuk membelanya. Seandainya aku punya seribu nyawa akan aku pertaruhkan semuanya untuk menjaga kesucian istriku tercinta. Mati seribu kali lebih ringan bagiku dari pada ada orang yang menjamah kesuciannya. Malaikat maut pun akan ku hajar jika dia mencoba-coba menodainya. Aku rela dijuluki apa saja untuk membela kesucian istriku tercinta. Dalam film, bagian ini tidak ada.

Tetapi secara keseluruhan, meski ada bagian yang berbeda dari novel, film ini tetap memiliki keindahan tersendiri.(Dodi Putra)

Comments

Post a Comment

Paling Banyak Dibaca