Cerpen ini seperti menggambar keadaan Indonesia yang terjadi saat ini, memang benar-benar menggambar kondisinya, tidak jauh berbeda memang soal Indonesia. Ini realitas yang diberi rasa sastar dengan sedikit perisa seperti sentilan pada pemerintah dan diri kita sendiri, orang Indonesia. Rugi jika tidak membaca cerpen ini!
------------------------------
Saya adalah warga Negara Angkanesia, Negara kami tidak dipimpin oleh seorang Presiden tapi dipimpin oleh seorang manager. Negara kami dikelola dan dijalankan seperti menjalankan sebuah perusahaan internasional, kami sebagai warga Negara adalah sekaligus pemilik saham atas Negara ini. Kami menjunjung tinggi apa yang disebut dengan Angka, bahkan di Negara kami ada hari Angka nasional dimana manager Negara kami berpidato untuk melaporkan perkembangan Negara kami kepada para pemegang saham yaitu kami warga Negara Angkanesia, tapi kami sebagai warga Negara hanya sebagai pemilik saham minoritas atas Negara kami sendiri, dan pemilik saham mayoritas Negara kami adalah Negara adikuasa di planet ini.
Saya akan bercerita betapa indah dan kayanya Negara Angkanesia ini, sehingga sampai-sampai orang bilang tanah kami adalah tanah syurga, lempar tongkat kayu dan batu jadi tanaman, Angkanesia adalah Negara kepulauan terbesar didunia yang selain mempunyai pulau-pulau nan indah juga sebagai Negara penghasil segala jenis tambang yang diciptakan oleh Tuhan. Mungkin benar Negara kami diciptakan Tuhan dengan menggunakan tanah syurga. Pulau-pulau indah kami menjadi daya tarik raja-raja kelana, sampai-sampai para raja kelana berbisik-bisik dan menulis di blog mereka, kata-kata yang memuja pulau nan indah permai ini.
Hari Angka nasional tiba, saya dan warga Negara Angkanesia lainnya akan segera mendengar pidato tentang tingkat kemiskinan, tingkat kesejahterahan, nilai ekspor impor, tingkat kesehatan, dan segala tingkat dari seluruh bidang yang merupakan sumber daya Negara kami yang kaya ini dalam bentuk angka-angka dan persentase. Dalam setiap pidatonya manager kami, sangat sempurna melaporkan perkembangan Negara kami sehingga seluruh dunia mengakui bahwa manager Negara kami berhasil memanage Negara kami yang kaya ini tapi memiliki warga yang miskin dan bodoh, mungkin miskin dan bodoh kami adalah bentuk dari keadilan Tuhan atas alam semesta yang dibangunnya berjuta-juta tahun yang lalu ini, kenapa saya bisa mengatakan seperti itu, tentu saja jika kami pintar dan kaya serta diberi kelimpahan sumber daya alam seperti ini, tentulah Negara Angkanesia ini yang menjadi Negara adikuasa.
Setelah manager kami berpidato dan melaporkan angka-angka kepada seluruh warga Negara Angkanesia, saya menyadari ada yang terlupa untuk dilaporkan manager kepada kami warga Negara Angkanesia. Tapi apa itu saya kurang jelas mengetahuinya, saya cuma merasa ada yang kurang, kami mungkin terlalu bodoh untuk menyadari apa itu yang tidak dilaporkan manager kami dalam bentuk angka-angka. Walaupun kami adalah kumpulan dua ratus jutaan orang miskin dan bodoh, kami masih bisa tersenyum pada dunia bahkan Negara kami berulang-ulang kali menjadi Negara ramah dan murah senyum, entah bagaimana si penobat Negara kami ini yang memutuskan Angkanesia adalah Negara ramah dan murah senyum padahal kami sesama warga Negara Angkanesia saling mencurigai dan saling sikut menyikut untuk mendapatkan posisi-posisi terhormat di Negara ini.
Menurut saya Negara kami bukanlah Negara yang ramah dan murah senyum tapi adalah Negara kampungan, itu benar warga Negara Angkanesia adalah orang-orang yang kampungan. Kami sering senyum-senyum sendiri jika diajak ngobrol oleh orang asing mungkin itu efek dari kurangnya penghargaan dilingkungan kami sehingga ketika kami diajak ngobrol oleh orang asing kami merasa mendapat penghargaan yang mungkin sangat berarti bagi kami.
Dua hari setelah hari Angka nasional, manager Negara kami tersadar kalau beliau lupa melaporkan kepada warga dalam pidatonya tentang sesuatu yang sekarang ini menjadi budaya baru bangsa kami. Kemudian beliau menyusun isi pidatonya dan memerintahkan pembantunya untuk menyiapkan hari untuk melaporkan angka-angka yang lupa terlaporkan olehnya. Tiga hari kemudian beliau sudah bersiap-siap untuk membacakan pidatonya, seluruh kegiatan sekolah dan kegiatan perekonomian diliburkan, dan seluruh warga diminta untuk mendengarkan pidato penting ini di TV dan radio. Kemudian berpidatolah beliau sebagai berikut:
“kepada seluruh warga Negara Angkanesia, saya sebelumnya minta maaf karena selama enam tahun menjadi manager Angkanesia dan berpidato untuk menyampaikan laporan angka-angka kemajuan negara kita ini saya selalu melewatkan yang semestinya saya laporkan setiap tahunnya, mungkin warga sekalian tidak tahu apa itu ataupun tidak menyadari apa itu tapi ini adalah yang terpenting dari Negara kita ini, memang menurut angka-angka yang saya terima setiap tahunnya dari para pembantu saya, Negara kita ini mengalami kemajuan yang pesat dari mulai angka kemiskinan yang terus menurun sampai angka pembayar pajak yang mulai jujur dan sadar yang terus meningkat setiap tahunnya. Tapi semua itu tidak ada gunanya karena yang akan saya laporkan kepada warga Negara sekalian ini angkanya terus merosot tajam, mungkin warga sekalian mulai menebak ataupun bertanya-tanya angka apa itu, untuk tidak memperpanjang durasi saya berpidato saya akan langsung saja. Angka yang merosot tajam sampai ketitik 3,4 persen saja itu adalah angka harga diri dan rasa malu bangsa kita, dari rakyat jelata, mahasiswa, guru, dosen, pemuka agama, pejabat, parlemen dan para pembantu saya dan bahkan saya sendiri sudah tidak terlihat lagi ada harga diri dan rasa malu.”
Setelah sampai pada kata harga diri dan rasa malu kemudian manager Negara kami ini, meninggal dunia. Dan segeralah dia bertemu dengan Tuhan. Tidak berbasa-basi Tuhan kemudian berkata “saya salut dengan pidatomu, saya tidak menyangka kamu akhirnya mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan bangsamu, tapi sayang kamu menyadarinya diakhir hidupmu.” “jadi bagaiman Tuhan? Apakah setelah pidatoku itu, Negara Angkanesia akan menjadi baik?” Tanya almarhum manager Angkanesia, “kita lihat aja dulu.” Jawab Tuhan. Kemudian Tuhan dan almarhum manager Angkanesia melihat apa yang sedang terjadi dengan bangsa saya ini dari langit.
Di Negara Angkanesia, saya dan seluruh warga Negara yang tengah diliburkan dihari jumat ini yang mendengar pidato dan melihat apa yang terjadi dengan manager Angkanesia yang wafat ketika berpidato, bersiap-siap untuk pergi berakhir pekan yang panjang ini tanpa perasaan tersinggung atas pidato sang manager dan rasa duka atas wafatnya sang manager. Sementara itu Tuhan dan almarhum manager Angkanesia yang memperhatikan dari langit, tampak terkejut dan tak dapat menggambarkan apa yang tengah terjadi dengan bangsa Angkanesia.
------------------------------
Cerpen tentang Keadaan kehidupan di Indonesia diatas karangan Andra Julians, warga Jalan Satria No.97 Tenayan Raya, Pekanbaru. Apa komentarmu? Sesuaikan dengan keadaan, situasi dan realita hidup Indonesia saat ini?
------------------------------
Angkanesia
Saya adalah warga Negara Angkanesia, Negara kami tidak dipimpin oleh seorang Presiden tapi dipimpin oleh seorang manager. Negara kami dikelola dan dijalankan seperti menjalankan sebuah perusahaan internasional, kami sebagai warga Negara adalah sekaligus pemilik saham atas Negara ini. Kami menjunjung tinggi apa yang disebut dengan Angka, bahkan di Negara kami ada hari Angka nasional dimana manager Negara kami berpidato untuk melaporkan perkembangan Negara kami kepada para pemegang saham yaitu kami warga Negara Angkanesia, tapi kami sebagai warga Negara hanya sebagai pemilik saham minoritas atas Negara kami sendiri, dan pemilik saham mayoritas Negara kami adalah Negara adikuasa di planet ini.
Saya akan bercerita betapa indah dan kayanya Negara Angkanesia ini, sehingga sampai-sampai orang bilang tanah kami adalah tanah syurga, lempar tongkat kayu dan batu jadi tanaman, Angkanesia adalah Negara kepulauan terbesar didunia yang selain mempunyai pulau-pulau nan indah juga sebagai Negara penghasil segala jenis tambang yang diciptakan oleh Tuhan. Mungkin benar Negara kami diciptakan Tuhan dengan menggunakan tanah syurga. Pulau-pulau indah kami menjadi daya tarik raja-raja kelana, sampai-sampai para raja kelana berbisik-bisik dan menulis di blog mereka, kata-kata yang memuja pulau nan indah permai ini.
Hari Angka nasional tiba, saya dan warga Negara Angkanesia lainnya akan segera mendengar pidato tentang tingkat kemiskinan, tingkat kesejahterahan, nilai ekspor impor, tingkat kesehatan, dan segala tingkat dari seluruh bidang yang merupakan sumber daya Negara kami yang kaya ini dalam bentuk angka-angka dan persentase. Dalam setiap pidatonya manager kami, sangat sempurna melaporkan perkembangan Negara kami sehingga seluruh dunia mengakui bahwa manager Negara kami berhasil memanage Negara kami yang kaya ini tapi memiliki warga yang miskin dan bodoh, mungkin miskin dan bodoh kami adalah bentuk dari keadilan Tuhan atas alam semesta yang dibangunnya berjuta-juta tahun yang lalu ini, kenapa saya bisa mengatakan seperti itu, tentu saja jika kami pintar dan kaya serta diberi kelimpahan sumber daya alam seperti ini, tentulah Negara Angkanesia ini yang menjadi Negara adikuasa.
Setelah manager kami berpidato dan melaporkan angka-angka kepada seluruh warga Negara Angkanesia, saya menyadari ada yang terlupa untuk dilaporkan manager kepada kami warga Negara Angkanesia. Tapi apa itu saya kurang jelas mengetahuinya, saya cuma merasa ada yang kurang, kami mungkin terlalu bodoh untuk menyadari apa itu yang tidak dilaporkan manager kami dalam bentuk angka-angka. Walaupun kami adalah kumpulan dua ratus jutaan orang miskin dan bodoh, kami masih bisa tersenyum pada dunia bahkan Negara kami berulang-ulang kali menjadi Negara ramah dan murah senyum, entah bagaimana si penobat Negara kami ini yang memutuskan Angkanesia adalah Negara ramah dan murah senyum padahal kami sesama warga Negara Angkanesia saling mencurigai dan saling sikut menyikut untuk mendapatkan posisi-posisi terhormat di Negara ini.
Menurut saya Negara kami bukanlah Negara yang ramah dan murah senyum tapi adalah Negara kampungan, itu benar warga Negara Angkanesia adalah orang-orang yang kampungan. Kami sering senyum-senyum sendiri jika diajak ngobrol oleh orang asing mungkin itu efek dari kurangnya penghargaan dilingkungan kami sehingga ketika kami diajak ngobrol oleh orang asing kami merasa mendapat penghargaan yang mungkin sangat berarti bagi kami.
Dua hari setelah hari Angka nasional, manager Negara kami tersadar kalau beliau lupa melaporkan kepada warga dalam pidatonya tentang sesuatu yang sekarang ini menjadi budaya baru bangsa kami. Kemudian beliau menyusun isi pidatonya dan memerintahkan pembantunya untuk menyiapkan hari untuk melaporkan angka-angka yang lupa terlaporkan olehnya. Tiga hari kemudian beliau sudah bersiap-siap untuk membacakan pidatonya, seluruh kegiatan sekolah dan kegiatan perekonomian diliburkan, dan seluruh warga diminta untuk mendengarkan pidato penting ini di TV dan radio. Kemudian berpidatolah beliau sebagai berikut:
“kepada seluruh warga Negara Angkanesia, saya sebelumnya minta maaf karena selama enam tahun menjadi manager Angkanesia dan berpidato untuk menyampaikan laporan angka-angka kemajuan negara kita ini saya selalu melewatkan yang semestinya saya laporkan setiap tahunnya, mungkin warga sekalian tidak tahu apa itu ataupun tidak menyadari apa itu tapi ini adalah yang terpenting dari Negara kita ini, memang menurut angka-angka yang saya terima setiap tahunnya dari para pembantu saya, Negara kita ini mengalami kemajuan yang pesat dari mulai angka kemiskinan yang terus menurun sampai angka pembayar pajak yang mulai jujur dan sadar yang terus meningkat setiap tahunnya. Tapi semua itu tidak ada gunanya karena yang akan saya laporkan kepada warga Negara sekalian ini angkanya terus merosot tajam, mungkin warga sekalian mulai menebak ataupun bertanya-tanya angka apa itu, untuk tidak memperpanjang durasi saya berpidato saya akan langsung saja. Angka yang merosot tajam sampai ketitik 3,4 persen saja itu adalah angka harga diri dan rasa malu bangsa kita, dari rakyat jelata, mahasiswa, guru, dosen, pemuka agama, pejabat, parlemen dan para pembantu saya dan bahkan saya sendiri sudah tidak terlihat lagi ada harga diri dan rasa malu.”
Setelah sampai pada kata harga diri dan rasa malu kemudian manager Negara kami ini, meninggal dunia. Dan segeralah dia bertemu dengan Tuhan. Tidak berbasa-basi Tuhan kemudian berkata “saya salut dengan pidatomu, saya tidak menyangka kamu akhirnya mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan bangsamu, tapi sayang kamu menyadarinya diakhir hidupmu.” “jadi bagaiman Tuhan? Apakah setelah pidatoku itu, Negara Angkanesia akan menjadi baik?” Tanya almarhum manager Angkanesia, “kita lihat aja dulu.” Jawab Tuhan. Kemudian Tuhan dan almarhum manager Angkanesia melihat apa yang sedang terjadi dengan bangsa saya ini dari langit.
Di Negara Angkanesia, saya dan seluruh warga Negara yang tengah diliburkan dihari jumat ini yang mendengar pidato dan melihat apa yang terjadi dengan manager Angkanesia yang wafat ketika berpidato, bersiap-siap untuk pergi berakhir pekan yang panjang ini tanpa perasaan tersinggung atas pidato sang manager dan rasa duka atas wafatnya sang manager. Sementara itu Tuhan dan almarhum manager Angkanesia yang memperhatikan dari langit, tampak terkejut dan tak dapat menggambarkan apa yang tengah terjadi dengan bangsa Angkanesia.
------------------------------
Cerpen tentang Keadaan kehidupan di Indonesia diatas karangan Andra Julians, warga Jalan Satria No.97 Tenayan Raya, Pekanbaru. Apa komentarmu? Sesuaikan dengan keadaan, situasi dan realita hidup Indonesia saat ini?
Comments
Post a Comment