Skip to main content

Mengapa Kurikulum Muatan Lokal

Kurikulum muatan lokal sebenarnya sudah diperkenalkan sejak diberlakukan kurikulum 1984, akan tetapi belum memberikan berjalan sebagaimana diharapkan. Banyak hal yang perlu diperhatikan oleh semua pihak, apakah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, masyarakat, guru maupun siswa itu sendiri.

Apalagi saat ini di dunia pendidikan sedang dilaksanakan Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka kurikulum muatan lokal eksistensinya sangat mewarnai penyelenggaraan KTSP sebagai satu bentuk otonomi kepada guru untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum di dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Muatan lokal diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan kepada siswa.

Isi dalam pengertian di atas adalah bahan pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan muatan lokal. Sedangkan media penyampaian merupakan metode dan sarana yang digunakan dalam penyampaian isi muatan lokal. Sebagai contoh; untuk menanamkan konsep himpunan seorang guru menggunakan batu dan buah-buahan dengan metode mengajar demonstrasi clan bahasa daerah. Dari contoh ini, guru belum dapat dikatakan telah menerapkan muatan lokal walaupun medianya atau sarana yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena bahan pelajaran atau isi yang disajikan tidak menunjang muatan lokal.

Kegiatan belajar mengajar yang bermuatan lokal harus mencakup balk isi maupun media penyampaiannya. Misal; pada suatu daerah tertentu dianggap perlu melestarikan pakaian tradisionalnya, sedangkan dalam kurikulum sekolah terdapat pokok bahasan kebutuhan pakaian, selain fungsi dan jenis pakaian secara nasional, guru juga membahas tentang pakaian adat yang mencakup antara lain tentang arti dan bagian-bagian penting dari pakaian adat, cara memakainya, dan kapan, serta dimana pakaian adat tersebut pantas dipakai, baik masa kini maupun masa lalu.

DI samping itu juga guru mengajak siswa untuk menunjukkan apa perbedaan adat masa lampau dengan masa sekarang dan persamaan dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Cara penyajian yang sederhana dapat menggunakan gambar-gambar yang melukiskan penggunaan pakaian adat masa lampau dan masa sekarang. Dengan cara demikian maka isi dan media penyampaian dapat menunjang tercapainya tujuan muatan lokal yakni antara lain; siswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai lingkungannya serta terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.

Lingkungan alam adalah lingkungan hidup dan tidak hidup yang mencakup komponen hewan dan tanaman beserta tempat tinggalnya, dan hubungan timbal balik antara komponen tersebut.

Jadi dalam lingkungan alam terdapat ekosistem antara lain; kolam, tambak, sungai, hutan, tanah kebun, lapangan rumput, sawah, keindahan alam, dan sebagainya.
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang mencakup hubungan timbal balik (interaksi) antara manusia satu dengan yang lainnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut.

Contoh-contoh lingkungan sosial antara lain : interaksi antar manusia yang terdapat dalam lingkungan sekolah, lingkungan kelurahan/desa, rukun warga, rukun tetangga, dan lembaga-lembaga formal, seperti Koperasi Unit Desa, Puskesmas, Posyandu, dan lembaga-lembaga informasl lainnya seperti: Majelis Ta’lim. Majelis Da’wah Islamiah, dan sebagainya.

Lingkungan budaya adalah lingkungan yang mencakup segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di suatu daerah tertentu. Termasuk di dalamnya antara lain adalah kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan yang umumnya tidak tertulis (misalnya; tatakrama, cara pergaulan, etiket dengan orang tua, muda-mudi, dengan tetangga), nilai-nilai serta penampilan perlambang-perlambang yang menyatakan perasaan, yang antara lain terdapat dalam upacara adat/tradisional, bahasa daerah dan kesenian daerah.

Perpaduan antara lingkungan alam, sosial dan budaya pada hakikatnya membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri—ciri tertentu yang disebut dengan pola kehidupan. Jadi pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi antar anggota masyarakat tersebut yang meliputi interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok lainnya balk secara formal maupun informal.

Dalam kenyataannya pola kehidupan suatu masyarakat dapat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan alamnya dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Kebudayaan suatu masyarakat mencakup antara lain; gagasan, keyakinan, pengetahuan, aturan dan nilai, dan perlambang (simbol-simbol) yang digunakan untuk menanggapi lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran bermuatan lokal yang mengacu pada pola kehidupan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam mengembangkan wawasan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya.

Dengan memahami arti dan hakiki dari kurikulum muatan lokal, maka mari kita tingkatkan dan kembangkan kurikulum muatan lokal ini untuk semua pihak, sehingga siswa tidak hanya mengetahui dunia global saja, akan tetapi budaya lokal perlu dipahami dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.Semoga.***

Comments

Paling Banyak Dibaca