JudulCerpen: Tentang Kita
-------------------------------
Otakku buntu. Aku nggak tau lagi apa yang mau kutulis. Udah lebih dari 2 jam aku berkutat pada tulisanku, tapi tak sedikitpun inspirasi mengalir ke otakku. Aku bingung, apa yang akan aku jadikan bahan cerita kali ini, padahal waktunya tinggal 3 hari lagi, belum lagi waktu untuk mengetik dan mengirimkannya ke meja redaksi.
Aku memang belum terbiasa mengetik langsung inspirasi yang menjalar di otakku, tapi kutulis di buram dulu, ya seperti inilah. Biasanya dalam beberapa menit saja telah beberapa halaman yang kutulis, tapi kali ini aku benar-benar buntu. Tema apa yang akan kuangkat kali ini. Awalnya aku ingin mengambil sebagian kisah hidupku, tapi kisahku juga tidak menarik untuk kutulis dan dipublikasikan.
“Boleh aku masuk?,” tanya seseorang dari balik pintu. Dia lagi, dia lagi. Aku mendengus kesal, sadar siapa pemilik suara itu.
“Ya, masuk aja,” jawabku sejurus kemudian. Kepala Alka menyembul dari balik pintu, lalu ia masuk.
“Lagi ngapain sayaang…?!” tanyanya sok mesra setelah berdiri di sampingku, lalu ia menarik kursi dan …tanpa dipersilahkan ia sudah nangkring manis di sana. Dasar !.
“Lagi ngapain?!” ulangnya lagi. Masih dengan sok mesra.
“Lagi nungging!” jawabku ketus. Ia tertawa mendengar jawabanku lalu meng-O ria.
“Habisnya, udah tau aku lagi nulis, pake nanya lagi,” kataku.
“Surat cinta buat sang kekasih ya?!” tanyanya lagi sambil melongok kertas di tanganku. Buru-buru aku menutupnya.
“Hari gene, surat cinta?! Pulsa nggak laku lagi dong, lagian kasihan banget tukang posnya, udah waktunya di pensiun….” terangku panjang lebar. Entahlah, benar atau tidak apa yang kuucapkan tadi. Tapi aku yakin dia nggak ngerti maksud ucapanku, hee…
“Eya, udah putus ya ma Reno , kok dia,” tanyanya.
Degg!! Pertanyaan yang telah langsung ke jantungku. Padahal aku berusaha tidak menyinggung nama itu. Setelah dari pertanyaan itu tak terdengar lagi, rasanya darah sudah membeku di kepalaku.
“Wooii! bengong aja!” dia menabok punggungku. Sakit banget. Sialan dia! aku melotot ke arahnya yang sedang menatapku dengan penuh selidik.
“Kami baik-baik saja kok,” suaraku meninggi, menutupi kegugupanku. Mampus aku. Pasti dia tau aku bohong.
Reno, cowok yang setengah tahun ini menempati tempat terindah di hatiku. Tapi sayangnya, kisahku dengannya telah di ujung jalan. Dia sendiri yang memporak-porandakan singgasana cinta yang telah ia bangun. Tinggal satu kata saja darinya, maka kami akan berada pada jalur yang berbeda, dan berakhirlah semuanya! He he he.. bahasamu nak!
Aku jadi ngerti mengapa ia tak pernah membalas sms-sms dariku,. Aku selalu mencoba mempercayainya bila ia sibuk dengan part-time barunya. Aku selalu mencoba menepis fikiran-fikiran buruk tentangnya. Walaupun aku tahu, dia bukan Reno yang kukenal dulu, ia mulai berubah. Reno yang selalu tersenyum lepas saat bersamaku, lebih banyak diam dan terkesan sungkan. Ia seperti menyembunyikan sesuatu. Dan saat kutanya, ia hanya menjawab “tak ada”.
Aku selalu membelanya bila hatiku berkata jelek tentangnya. Karena aku sayang padanya dan aku percaya dia tidak mungkin mengingkari janji kelingking kami.
Tapi nyatanya hatiku benar, dia menduakanku. Aku memergokinya di sebuah departemen store. Dan yang lebih menyakitkan lagi dia tak pernah menghubungiku untuk menjelaskannya dan mencoba meminta maaf, ketika kata putus terucap dari bibirku.
Ia tak pedulikanku, ia hanya mendiamkanku, ia sedikitpun tak menunjukkan penyesalan karena telah menyakitiku.
Dan bodohnya aku, setiap ponselku berbunyi dan motor berhenti di depan rumahku aku selalu berharap itu dia. Aku berharap dia datang dan jelaskan semuanya lalu ia minta maaf karena aku masih sayang padanya dan tak pernah menginginkan berakhir begitu saja.
Walaupun aku tahu, dia telah menduakanku, ia telah mengingkari janji kelingking kami, tapi aku tak pernah bisa membencinya. Justru rasa sayangku semakin bertambah. Gila bukan!!
Ia tak pernah datang dan menghubungiku. Mungkin ia menganggap semua telah berakhir. Aku pengen tertawa sejadi-jadinya bila kuingat kata-katanya.
“Jangan turuti perasaanmu, karena itu bisa menghancurkan hubungan kita”. Atau bila ku ingat janji kelingking kami.
Ha ha ha ha ha..
Aku seperti pemabuk, aku melayang, tapi sakit bila kusadar dia bukan milikku lagi, semua telah berakhir.
Dan…
Pletakkk!! “Bengong aja lu!” lagi-lagi Alka menjitak kepalaku. Aku tersadar dari lamunanku. Dan untung aja, air mata yang kubendung tidak tumpah. kalau saja Alka tidak menyadarkanku. Dia tidak boleh melihatku menangis !
“Sakit, tau!” aku membalas jitaknya. Lebih keras dari yang kudapatkan. Mampus, siapa suruh nantangin aku! Lalu Aku mencoba bersikap biasa.
“Al, lo kan cowok, ngapa sih hobi selingkuh?!” tanyaku. Itu yang terlintas di kepalaku. Dia masih mengelus-ngelus kepalanya yang benjol, hasil karya jitakku. Ha ha ha!
“Udah takdir !” jawabnya singkat nan ketus. Menyebalkan sekali.
“Udah takdirnya cowok itu tukang selingkuh, dan cewek buat diselingkuhin!” terangnya lagi. Aku semakin dongkol. Itu sih kata hatinya, karena dia emang hobi selingkuh sama seperti Reno. Hhhhhh…
“Emang nggak bisa dirubah ya, itu kan takdir mualaf, eh mubram atau mualaq ya?! Aku teringat pelajaran kelas 2 SMA kemarin,” katanya.
“Nilai agamaku standar !” jawabnya tanpa dosa. Sudah kuduga, kapasitas otaknya tak jauh-jauh amat dengan ku walaupun dia kemarin di sekolah di SMA unggulan kota ini.
“Lagian kita kan masih muda, jadi wajar aja selingkuh. Kita kan mau cari yang terbaek di antara yang baik. Toh untuk masa depan kita juga kan!! Lagian kalau udah nikah nggak bisa gonta-ganti pasangan lagi,” katanya dengan semangat 45 menyuarakan isi hatinya. Aku pasrah diam saja, sekali-kali ngutuk-ngutuk dalam hati. Mungkin faham itu juga yang diterapkan Reno . Diakan cowok juga.
“Paling 1 diantara 100 yang nggak selingkuh,” imbuhnya lagi. Dia puas banget, kelihatan tuh dari hidungya kembang kempis nggak karuan.
“Dan kamu diantara yang 99 kan?!” tandasku cepat, tak mau kalah. Dia terdiam sejenak, lalu memasang tampang lugunya.
“Tapi aku nggak gitu-gitu sih, he he he he he…
“Kamu kok nanyanya gini sih, napa, Reno selingkuh ya?” tembaknya pelan. Dia menatapku, dalam dan penuh selidik, menyesakkan sekali.
Dadaku sakit sekali, rasanya mau pecah bergemuruh jadi satu. Mataku kembali panas dan kurasakan air mulai mengenang di pelupuk mataku. Sekuat tenaga aku menahannya agar tak menetes, tapi sia-sia. Dan ….
Whuaaa…aku nggak tahan lagi. Air mata yang sejak tadi meronta-ronta minta dikeluarkan akhirnya keluar juga. Aku nangis, memalukan.
“Tri, kenapa?! Aku salah ngomong ya..?!” tanya Alka mulai panik. Ia berusaha membujukku, tapi sia-sia, tangisku semakin pecah.
Akhirnya air mata yang selama ini kubendung tumpah bersama sisa cintaku. Aku menangis kebodohanku akan kesetiannya. Aku menangisi diriku yang begitu bodoh mengharapkan kedatangannya, penjelasan darinya. Aku menangisi diriku sendiri, memilukan sekali.
Alka salah tingkah sendiri. Ia lalu buru-buru keluar dari kamarku, mungkin cari tisu untuk melap air yang membanjiri wajahku.
Apa ada yang salah pada diriku? Mengapa aku selalu ngalamin hal seperti ini. Minggu lalu, ketika aku butuh penjelasan dari Reno, dia justru mendiamkanku pada kekesalan sendiri.
Tadi pagi Alka meninggalku saat aku menginginkan seseorang yang bisa menenangkanku. Ku fikir, dia sibuk mencari tissu, hingga beberapa lama aku menunggu dan aku lelah menangis. Tu “manusia” beserta tissunya tak kunjung menampakkan tanda-tanda kehidupan. Kebangetan dia. Awas dia datang lagi.
Dan naskah ini belum juga terselesaikan, otakku tambah buntu. Tapi aku gak akan nyerah! Mungkin dengan adanya aku diantara bunga-bunga nan harum ini inspirasi mengalir ke otakku, semoga saja.
Atau lihat bunga matahari itu selalu saja menengadah ke arah matahari. Menarik juga, mungkin bisa dijadikan bahan cerita.
“Astri…,” sapa seseorang di belakangku. Degg! suara itu.
“Astri…,”ulangnya lagi. Suara langkahnya mendekatiku, seirama dengan irama jantungku. Hingga berjarak 1 meter, ia berhenti.
Angin kecil menerpaku. Aku ingat betul parfum ini. Tuhan, bila ini mempiku, izinkan aku tidur sejenak lagi, izinkan aku tetap bermimpi, walaupun aku tau semua akan hilang saat aku terbangun nanti..
“Astri, maafkan aku,” ucapnya terbata. Kubuka mataku yang sejak tadi kupejamkan.
Ini nyata, bukan mimpi. Dengan gemetar, aku membalikkan tubuhku, menyakinkan hatiku.
“Aku mohon, maafkan aku,” ucapnya bergetar, ketika aku mendapati matanya. Mata yang begitu teduh, mata yang mampu menawanku dalam rindu. Reno,... Mataku basah lagi. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia datang lagi, meminta maaf seperti yang kuharapkan selama ini. Tapi, kenapa…
“Aku tahu ini memang egois dan sangat melukaimu, tapi aku ngelakuin ini semua agar hubungan kita nggak berakhir begitu aja,” tuturnya pelan dan tak lepas dari mataku. Aku tak mengerti maksudnya. Dia cuekin aku, diemin aku, ngarangin aku demi hubungan kami? Apa maksudnya?
“Aku..tahu, saat itu kamu lagi emosi banget, dan jika aku angkat bicara untuk jelaskan semua bakalan sia-sia aja, karna kamu pasti nggak bakal dengerin aku.
“Apa dia telah meninggalkanmu?” sindirku cepat. Dia kaget, lalu aku membuang pandangan darinya.
“Ku akui aku khilaf, tapi aku sadar dia tak bisa menggantikanmu di hatiku, sejaka itu aku lebih suka termenung.
-------------------------------
Cerpen Tentang Kita oleh: Sri Sulastri
-------------------------------
Otakku buntu. Aku nggak tau lagi apa yang mau kutulis. Udah lebih dari 2 jam aku berkutat pada tulisanku, tapi tak sedikitpun inspirasi mengalir ke otakku. Aku bingung, apa yang akan aku jadikan bahan cerita kali ini, padahal waktunya tinggal 3 hari lagi, belum lagi waktu untuk mengetik dan mengirimkannya ke meja redaksi.
Aku memang belum terbiasa mengetik langsung inspirasi yang menjalar di otakku, tapi kutulis di buram dulu, ya seperti inilah. Biasanya dalam beberapa menit saja telah beberapa halaman yang kutulis, tapi kali ini aku benar-benar buntu. Tema apa yang akan kuangkat kali ini. Awalnya aku ingin mengambil sebagian kisah hidupku, tapi kisahku juga tidak menarik untuk kutulis dan dipublikasikan.
“Boleh aku masuk?,” tanya seseorang dari balik pintu. Dia lagi, dia lagi. Aku mendengus kesal, sadar siapa pemilik suara itu.
“Ya, masuk aja,” jawabku sejurus kemudian. Kepala Alka menyembul dari balik pintu, lalu ia masuk.
“Lagi ngapain sayaang…?!” tanyanya sok mesra setelah berdiri di sampingku, lalu ia menarik kursi dan …tanpa dipersilahkan ia sudah nangkring manis di sana. Dasar !.
“Lagi ngapain?!” ulangnya lagi. Masih dengan sok mesra.
“Lagi nungging!” jawabku ketus. Ia tertawa mendengar jawabanku lalu meng-O ria.
“Habisnya, udah tau aku lagi nulis, pake nanya lagi,” kataku.
“Surat cinta buat sang kekasih ya?!” tanyanya lagi sambil melongok kertas di tanganku. Buru-buru aku menutupnya.
“Hari gene, surat cinta?! Pulsa nggak laku lagi dong, lagian kasihan banget tukang posnya, udah waktunya di pensiun….” terangku panjang lebar. Entahlah, benar atau tidak apa yang kuucapkan tadi. Tapi aku yakin dia nggak ngerti maksud ucapanku, hee…
“Eya, udah putus ya ma Reno , kok dia,” tanyanya.
Degg!! Pertanyaan yang telah langsung ke jantungku. Padahal aku berusaha tidak menyinggung nama itu. Setelah dari pertanyaan itu tak terdengar lagi, rasanya darah sudah membeku di kepalaku.
“Wooii! bengong aja!” dia menabok punggungku. Sakit banget. Sialan dia! aku melotot ke arahnya yang sedang menatapku dengan penuh selidik.
“Kami baik-baik saja kok,” suaraku meninggi, menutupi kegugupanku. Mampus aku. Pasti dia tau aku bohong.
Reno, cowok yang setengah tahun ini menempati tempat terindah di hatiku. Tapi sayangnya, kisahku dengannya telah di ujung jalan. Dia sendiri yang memporak-porandakan singgasana cinta yang telah ia bangun. Tinggal satu kata saja darinya, maka kami akan berada pada jalur yang berbeda, dan berakhirlah semuanya! He he he.. bahasamu nak!
Aku jadi ngerti mengapa ia tak pernah membalas sms-sms dariku,. Aku selalu mencoba mempercayainya bila ia sibuk dengan part-time barunya. Aku selalu mencoba menepis fikiran-fikiran buruk tentangnya. Walaupun aku tahu, dia bukan Reno yang kukenal dulu, ia mulai berubah. Reno yang selalu tersenyum lepas saat bersamaku, lebih banyak diam dan terkesan sungkan. Ia seperti menyembunyikan sesuatu. Dan saat kutanya, ia hanya menjawab “tak ada”.
Aku selalu membelanya bila hatiku berkata jelek tentangnya. Karena aku sayang padanya dan aku percaya dia tidak mungkin mengingkari janji kelingking kami.
Tapi nyatanya hatiku benar, dia menduakanku. Aku memergokinya di sebuah departemen store. Dan yang lebih menyakitkan lagi dia tak pernah menghubungiku untuk menjelaskannya dan mencoba meminta maaf, ketika kata putus terucap dari bibirku.
Ia tak pedulikanku, ia hanya mendiamkanku, ia sedikitpun tak menunjukkan penyesalan karena telah menyakitiku.
Dan bodohnya aku, setiap ponselku berbunyi dan motor berhenti di depan rumahku aku selalu berharap itu dia. Aku berharap dia datang dan jelaskan semuanya lalu ia minta maaf karena aku masih sayang padanya dan tak pernah menginginkan berakhir begitu saja.
Walaupun aku tahu, dia telah menduakanku, ia telah mengingkari janji kelingking kami, tapi aku tak pernah bisa membencinya. Justru rasa sayangku semakin bertambah. Gila bukan!!
Ia tak pernah datang dan menghubungiku. Mungkin ia menganggap semua telah berakhir. Aku pengen tertawa sejadi-jadinya bila kuingat kata-katanya.
“Jangan turuti perasaanmu, karena itu bisa menghancurkan hubungan kita”. Atau bila ku ingat janji kelingking kami.
Ha ha ha ha ha..
Aku seperti pemabuk, aku melayang, tapi sakit bila kusadar dia bukan milikku lagi, semua telah berakhir.
Dan…
Pletakkk!! “Bengong aja lu!” lagi-lagi Alka menjitak kepalaku. Aku tersadar dari lamunanku. Dan untung aja, air mata yang kubendung tidak tumpah. kalau saja Alka tidak menyadarkanku. Dia tidak boleh melihatku menangis !
“Sakit, tau!” aku membalas jitaknya. Lebih keras dari yang kudapatkan. Mampus, siapa suruh nantangin aku! Lalu Aku mencoba bersikap biasa.
“Al, lo kan cowok, ngapa sih hobi selingkuh?!” tanyaku. Itu yang terlintas di kepalaku. Dia masih mengelus-ngelus kepalanya yang benjol, hasil karya jitakku. Ha ha ha!
“Udah takdir !” jawabnya singkat nan ketus. Menyebalkan sekali.
“Udah takdirnya cowok itu tukang selingkuh, dan cewek buat diselingkuhin!” terangnya lagi. Aku semakin dongkol. Itu sih kata hatinya, karena dia emang hobi selingkuh sama seperti Reno. Hhhhhh…
“Emang nggak bisa dirubah ya, itu kan takdir mualaf, eh mubram atau mualaq ya?! Aku teringat pelajaran kelas 2 SMA kemarin,” katanya.
“Nilai agamaku standar !” jawabnya tanpa dosa. Sudah kuduga, kapasitas otaknya tak jauh-jauh amat dengan ku walaupun dia kemarin di sekolah di SMA unggulan kota ini.
“Lagian kita kan masih muda, jadi wajar aja selingkuh. Kita kan mau cari yang terbaek di antara yang baik. Toh untuk masa depan kita juga kan!! Lagian kalau udah nikah nggak bisa gonta-ganti pasangan lagi,” katanya dengan semangat 45 menyuarakan isi hatinya. Aku pasrah diam saja, sekali-kali ngutuk-ngutuk dalam hati. Mungkin faham itu juga yang diterapkan Reno . Diakan cowok juga.
“Paling 1 diantara 100 yang nggak selingkuh,” imbuhnya lagi. Dia puas banget, kelihatan tuh dari hidungya kembang kempis nggak karuan.
“Dan kamu diantara yang 99 kan?!” tandasku cepat, tak mau kalah. Dia terdiam sejenak, lalu memasang tampang lugunya.
“Tapi aku nggak gitu-gitu sih, he he he he he…
“Kamu kok nanyanya gini sih, napa, Reno selingkuh ya?” tembaknya pelan. Dia menatapku, dalam dan penuh selidik, menyesakkan sekali.
Dadaku sakit sekali, rasanya mau pecah bergemuruh jadi satu. Mataku kembali panas dan kurasakan air mulai mengenang di pelupuk mataku. Sekuat tenaga aku menahannya agar tak menetes, tapi sia-sia. Dan ….
Whuaaa…aku nggak tahan lagi. Air mata yang sejak tadi meronta-ronta minta dikeluarkan akhirnya keluar juga. Aku nangis, memalukan.
“Tri, kenapa?! Aku salah ngomong ya..?!” tanya Alka mulai panik. Ia berusaha membujukku, tapi sia-sia, tangisku semakin pecah.
Akhirnya air mata yang selama ini kubendung tumpah bersama sisa cintaku. Aku menangis kebodohanku akan kesetiannya. Aku menangisi diriku yang begitu bodoh mengharapkan kedatangannya, penjelasan darinya. Aku menangisi diriku sendiri, memilukan sekali.
Alka salah tingkah sendiri. Ia lalu buru-buru keluar dari kamarku, mungkin cari tisu untuk melap air yang membanjiri wajahku.
Apa ada yang salah pada diriku? Mengapa aku selalu ngalamin hal seperti ini. Minggu lalu, ketika aku butuh penjelasan dari Reno, dia justru mendiamkanku pada kekesalan sendiri.
Tadi pagi Alka meninggalku saat aku menginginkan seseorang yang bisa menenangkanku. Ku fikir, dia sibuk mencari tissu, hingga beberapa lama aku menunggu dan aku lelah menangis. Tu “manusia” beserta tissunya tak kunjung menampakkan tanda-tanda kehidupan. Kebangetan dia. Awas dia datang lagi.
Dan naskah ini belum juga terselesaikan, otakku tambah buntu. Tapi aku gak akan nyerah! Mungkin dengan adanya aku diantara bunga-bunga nan harum ini inspirasi mengalir ke otakku, semoga saja.
Atau lihat bunga matahari itu selalu saja menengadah ke arah matahari. Menarik juga, mungkin bisa dijadikan bahan cerita.
“Astri…,” sapa seseorang di belakangku. Degg! suara itu.
“Astri…,”ulangnya lagi. Suara langkahnya mendekatiku, seirama dengan irama jantungku. Hingga berjarak 1 meter, ia berhenti.
Angin kecil menerpaku. Aku ingat betul parfum ini. Tuhan, bila ini mempiku, izinkan aku tidur sejenak lagi, izinkan aku tetap bermimpi, walaupun aku tau semua akan hilang saat aku terbangun nanti..
“Astri, maafkan aku,” ucapnya terbata. Kubuka mataku yang sejak tadi kupejamkan.
Ini nyata, bukan mimpi. Dengan gemetar, aku membalikkan tubuhku, menyakinkan hatiku.
“Aku mohon, maafkan aku,” ucapnya bergetar, ketika aku mendapati matanya. Mata yang begitu teduh, mata yang mampu menawanku dalam rindu. Reno,... Mataku basah lagi. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia datang lagi, meminta maaf seperti yang kuharapkan selama ini. Tapi, kenapa…
“Aku tahu ini memang egois dan sangat melukaimu, tapi aku ngelakuin ini semua agar hubungan kita nggak berakhir begitu aja,” tuturnya pelan dan tak lepas dari mataku. Aku tak mengerti maksudnya. Dia cuekin aku, diemin aku, ngarangin aku demi hubungan kami? Apa maksudnya?
“Aku..tahu, saat itu kamu lagi emosi banget, dan jika aku angkat bicara untuk jelaskan semua bakalan sia-sia aja, karna kamu pasti nggak bakal dengerin aku.
“Apa dia telah meninggalkanmu?” sindirku cepat. Dia kaget, lalu aku membuang pandangan darinya.
“Ku akui aku khilaf, tapi aku sadar dia tak bisa menggantikanmu di hatiku, sejaka itu aku lebih suka termenung.
-------------------------------
Cerpen Tentang Kita oleh: Sri Sulastri
Comments
Post a Comment