Skip to main content

"Buku pelajaran hanyut disapu"

Ujian Akhir Nasional (UAN) tinggal beberapa hari lagi. Para siswa SMA pasti telah bergegas mempersiapkan diri untuk ujian paling penting itu. Namun, ada sebagian teman kita yang tahun ini tengah dirundung musibah banjir. Dalam kondisi sulit, mereka tetap harus mempersiapkan diri. Pengalaman mereka bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Saat itu pukul 03.00 WIB. Subuh pun belum lagi menjelang. Yopi Lina Hazlinda tengah tertidur lelap di kamarnya. Namun tiba-tiba, Yopi terbangun. Dia merasa tubuhnya basah."Saya kaget sekali, kamar saya sudah dipenuhi air!" begitu cerita Yopi Lina Hazlinda, siswa SMKN 1 Pekanbaru yang duduk di kelas 3 Penjualan.
Malam itu, rumahnya yang memang berada di tepi Sungai Siak nyaris tenggelam oleh banjir. Pelajar yang selalu meraih ranking atas di kelasnya ini sudah tiga tahun tinggal di rumah papan di tepi sungai itu. Saat banjir terjadi, beberapa barang berharga memang sudah diselamatkan. Televisi dan barang elektronik diletakkan tinggi-tinggi di atas lemari.

"Tapi saya tidak sempat menyelamatkan perangkat sekolah saya. Termasuk buku-buku," ceritanya dengan mata berkaca-kaca.Yopi bercerita, banjir sebenarnya bukan hal baru buat dia. Tiap tahun, rumahnya memang selalu langganan banjir. Tapi tahun ini adalah banjir yang paling parah. "Ketika itu, hujan sudah beberapa hari tak henti-henti. Namun, genangan air hanya sampai di perkarangan rumah. Tapi saya tidak menyangka malam itu, entah dari mana asalnya, tiba-tiba air sudah membasahi kami semua yang sedang tidur," desahnya tak berdaya.

"Saya nggak tahu harus bagaimana lagi. Buku-buku catatan saya pun terendam. Sebagian ada yang hanyut, sebagian ada yang luntur terendam air. Yah, mau gimana lagi, kalau sudah begini, saya Cuma bisa pasrah," katanya lesu.

Nggak Tahu Harus
Pulang ke Mana

Tak hanya menenggelamkan perangkat sekolah saja, banjir juga sempat menenggelamkan harapan Yopi untuk pulang ke rumah. Ketika banjir sedang parah-parahnya, sekeliling rumah Yopi sangat memprihatinkan kalau tidak bisa dikatakan mengerikan. Yang terlihat hanyalah atap-atap rumah yang menyembul dari permukaan air. Kalaupun ingin mengambil barang yang diperlukan dari dalam rumah, ya mereka harus menyelam!
Tak ayal lagi, mereka pun harus rela tinggal berdesakan di tenda pengungsian. Letaknya tak seberap jauh dari rumah. Satu tenda berisi tujuh kepala keluarga.
"Sepulang sekolah, saya dan adik saya sempat berpikir, mau pulang ke mana? Rumah sudah tenggelam, tinggal di pengungsian nggak nyaman. Kami bingung. Akhirnya kami menumpang di rumah saudara," katanya. Dalam kondisi pahit itu, Yopi tetap bersekolah. Untung dia sempat menyelamatkan beberapa seragam. Soal buku, dia bersekolah dengan peralatan apa adanya.

"Saya pikir, kalau tidak sekolah, bagaimana nanti nasib saya? Apalagi kan ujian sudah dekat. Saya tidak mau banjir membuat saya tidak lulus ujian," katanya. Kali ini, air mata mulai membanjiri wajahnya.

Masih Bersyukur...
Tapi tangis itu hanya sebentar saja. Yopi langsung menyeka air matanya. "Sekarang udah nggak zaman lagi pakai nangis-nangisan. Musibah banjir di Sungai Siak itu sudah biasa. Udah makanan tahunan. Jadi, ya, mau gimana lagi," katanya tegar. Yopi memang harus menyalin kembali catatan penting untuk persiapan ujian nanti. Kadang harus minjam-minjam ama teman. Atau fotokopi ulang semua catatan. Untunglah ada bantuan dari berbagai pihak. Akhirnya, kini Yopi memang bisa melengkapi kembali catatan-catatannya yang telah hilang itu.

"Yang penting Yopi harus lulus. Yopi nggak mau hanya gara-gara banjir, Yopi tidak mendapatkan nilai di atas standar 5,25. Pokoknya harus lulus!" tuturnya menegarkan diri. Walau bagaimana pun, cewek pecinta pelajaran bahasa inggris dan matematika ini masih bisa berucap syukur. Karena, banjir merambah rumahnya jauh sebelum pelaksanaan ujian nasional. "Walau musibah tahun ini sangat menyakitkan, saya masih bisa bersyukur, karena banjir sudah surut sebelum ujian nasional datang. Coba bayangkan kalau banjir datang ketika pelaksanaan ujian. Gimana mau konsen belajar?" katanya.

Dia bercerita bagaimana kondisi tenda pengungsian tempatnya berteduh beberapa hari. "Namanya juga tenda pengungsian. Ribut, sempit, pokoknya jangan pernah bermimpi deh untuk menjadi anak pengungsian. Benar-benar menyedihkan," katanya.
Dia pun sangat bersyukur memiliki teman-teman yang begitu baik. Teman-temannya yang aktif menolongnya meminjamkan catatan, mengajak Yopi belajar kelompok, membakar semangat Yopi untuk terus berjuang agar lulus ujian. "Yopi mau cepat-cepat lulus terus langsung kerja. Yopi ingin sekali mengangkat derajat kehidupan keluarga yang selalu dihantui bayang-bayang pahit kehidupan. Yopi ingin menjauhkan keluarga Yopi dari banjir," katanya.
Yopi berandai-andai, kalau sudah bekerja, dia ingin menabung dan pindah rumah ke areal di tengah kota. Atau areal mana saja yang tidak langganan banjir."Saya selalu berdoa untuk itu," ujar gadis berkerudung ini. (ShahidWMD/dri)

"Sedih banget rasanya terkena banjir, apalagi menjelang UN. Tapi, syukurlah di rumahku banjir hanya semata kaki, jadi aku sangat bersyukur bisa menghadapi UN dengan tenang..."
Mella SMU 3 Pekanbaru

"Beberapa hari menjelang banjir aku sudah menjauhkan buku-buku pelajaran dari serangan air. Jadi, ketika banjir aku tidak mengalami banyak kesulitan. Alhamdulillah buku-buku pelajaran terselamatkan. Namun, waktu belajar jadi berkurang, karena harus membersihkan rumah dari sisa-sisa banjir. Tapi, hal ini tak mengganggu konsentrasi aku untuk belajar. Untuk korban banjir senasib denganku, tetap semangat yah!! Setiap musibah pasti ada maknanya."
TIKA SMU 3 Pekanbaru


"Walau musibah tahun ini sangat menyakitkan, saya masih bisa bersyukur, karena banjir sudah surut sebelum ujian nasional datang"
Yopi SMK N 1 Pekanbaru

Comments

Paling Banyak Dibaca