DERING singkat yang menandakan sebuah pesan baru mengagetkan Adista yang masih setengah sadar di tempat tidurnya, dengan malas gadis itu meraih ponsel yang diletakkannya di dekat boneka Winnie The Pooh kesayangannya yang dibiarkannya terduduk lemas di pinggiran atas tempat tidurnya.
Satu pesan dari Aldo, sahabat SMP-nya yang sempat menghilang, menumbuhkan rindu di hatinya dan kini hadir kembali di hidupnya.
‘’Ta, tolong kirimin Do pulsa,ntar sore Do ganti. Please!!!’’ sedikit kaget, Adista me-replay pesan itu.
‘’Buat apa Do? Isi aja sendiri di konter,’’ pesan terkirim.
‘’Do lagi butuh banget ada hal yang penting neh, tapi Do sekarang nggak bisa keluar, ntar sore pasti do ganti, janji! Tolong ya...’’ balasan darinya.
Adista masih ragu, cowok itu sepertinya benar-benar sedang membutuhkan bantuannya. Diceknya saldo pulsa yang kini dimilikinya, tidak terlalu banyak, tetapi untuk mentransfer masih mencukupi. Cukup lama Adista berfikir untuk memutuskannya. Adista melirik jam yang tertera di layar ponselnya, pukul 13.00 WIB, masih cukup panjang untuk menunggu petang datang. Sesaat kemudian, masih dengan sedikit keraguan Dista memencet tuts-tuts ponsel mungilnya itu, pentransferan pulsapun berhasil, Dista yakin ini begitu penting.
‘’Thanks ya Ta,’’ pesan itu dari Aldo
‘’Yups...ntar sore ditunggu gantinya ya...’’
Adista kembali melanjutkan tidur siangnya.
***
Adista merangkul Winnie The Pooh kesayangannya sambil sesekali melirik ponsel dan jam dindingnya. Sesaat diraihnya buku bersampul biru muda di laci meja belajarnya. Buku yang menjadi saksi persahabatan antara dia dengan Luna salah seorang sahabatnya di SMP dulu yang kini tak lagi bersekolah di tempat yang sama dengannya. Meskipun begitu banyak cerita di dalam hidup mereka tuangkan pada buku itu. Sudah cukup lama buku itu tidak lagi menjalankan tugasnya, entah apa penyebabnya, mungkin kesibukan di antara mereka.
Adista membolak-balik halaman demi halaman dalam buku itu, membaca kembali cerita yang ditulisnya untuk Luna tentang perasaannya pada Aldo, yang juga merupakan mantan pacar Luna di SMP dulu.
Sejak awal kenal dengan Aldo, Dista sudah menyukainya tapi saat itu Aldo sudah berstatus sebagai pacar Mira, ketika kelas 1 dulu. Setelah itu, rasa yang ada disimpannya dalam lubuk hatinya dengan membiarkan Rama mengisi hari-harinya.
Kemudian kebersamaan mereka di kelas 3 membuat rasa itu memuncak kembali, tak ada lagi cerita tentang Aldo dan Mira, bahkan tak ada juga cerita antara dia dan Rama, selain cerita antara Aldo dan Luna yang juga dengan bantuan dirinya sendiri. Namun ternyata cerita itu bukan cerita yang panjang, hanya sebuah cerpen belaka, entah apa yang mengakhirinya Dista turut larut dalam kesediahan Luna sahabatnya.
Hari terus berlalu, di penghujung cerita masa SMP, mereka berjanji akan memasuki sekolah yang sama. Dista dan Aldo mengincar salah satu sekolah yang cukup populer. Sementara Luna begitu membenci Aldo, tak ada tempat dan waktu untuk dirinya menceritakan apa yang dirasakannya pada Aldo.
Waktu terus berlalu, janji akan kebersamaan mereka tak terwujud, tak ada lagi kabar tentang Aldo yang didapatnya, berlalu begitu lama dua tahun lebih sudah, dan kemudian Aldo datang kembali. Bahagia di hati Dista tak terbendung, semua telah diceritakannya pada Luna sahabatnya, tak ada lagi hal yang tersembunyi.
Sedikit harapan dari masa lalu, memuncak di hatinya. Ya, sebuah harapan yang dulu sempat terkubur dalam di hatinya, seolah inilah jawaban dari penantian panjangnya.
Jam dinding bewarna ungu itu kini telah menunjukkan pukul 20.00 WIB, tak ada pesan dari Aldo yang diterimanya. Tanpa kegelisahan kini Adista larut dengan novel yang dibacanya.
***
DUA hari telah berlalu sejak SMS yang dikirim Aldo itu, Adista mulai gelisah, belum ada satu pesanpun masuk dari Aldo. Adista mencoba menghubunginya, nomor sibuk.
Dista menceritakannya pada Luna, Luna tampaknya agak marah tapi diapun tak yakin bisa membantu mestipun sering dia bertemu dengan cowok itu. Hari terus berlalu, hampir sebulan.
Rasanya Dista belum bisa menerima kenyataan ini, bukan karena Aldo tidak mengganti pulsa yang ditransfernya itu, tapi karena sikap Aldo yang menjauh dari dirinya, seolah dia tidak tahu. Adista benar-benar tidak yakin bahwa Aldo yang selama ini dikenalnya membohonginya, selama ini Dista begitu mempercayainya.
Adista benci kepercayaannya dihianati, Adista benci penantiannya hanya sia-sia, Adista benci telah menunggunya, Adista benci dia. Adista benci semua tentang dia. Kepercayaan dan anggapan Dista tentangnya semua kini sirna karena sikap yang ditunjukkannya. Tiada tempat lagi untuknya di hati.
Dan inilah jawaban akhir penantian, kebencian untuk kepercayaan yang disia-siakan. Kemusnahan cinta bersama lautan kebencian yang disisipkannya. Mesti bukan akhir yang indah.
Namun setelah salat, Adista sadar, tidak ada gunanya membenci. Dengan janji hati, Adista belajar melupakan semua tentang Aldo karena hanya akan menyisakan luka.***
Ririn Budiarti SMAN 4 Pekanbaru.
Comments
Post a Comment